PERILAKU KONSUMEN “KELAS SOSIAL, PERILAKU KONSUMEN, PENGARUH KONSUMEN dan PENYEBARAN INOVASI”
PERILAKU
KONSUMEN
“KELAS SOSIAL, PERILAKU KONSUMEN,
PENGARUH KONSUMEN dan PENYEBARAN INOVASI”
(Kelompok 2)
Disusun
oleh :
Aldiansyah Fatturachman (10213613)
Christiani Octovani (11213912)
Dewi Anisa Kesuma (12213285)
Harnumdia Erdinda (19213820)
Rani Avianti (17213281)
Rizka Larashati (17213898)
Satriya Indra Laksana (18213312)
Kelas : 3EA19
Fakultas Ekonomi
S1 – Manajemen
PTA 2015-2016
Universitas Gunadarma
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perilaku konsumen di
zaman sekarang cenderung berubah-ubah. Tentunya hal ini juga tidak lepas dari
kemajuan ekonomi di negara-negara Asia, yang memberi dampak pada peningkatan
pendapatan individual, sehingga konsumen di zaman sekarang lebih berorientasi pada
nilai suatu produk dari pada harganya. Konsumen rela untuk membelanjakan uang
lebih dengan tujuan mendapatkan pelayanan yang baik, yang tentunya memberi
nilai kepuasan kepada konsumen. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
perilaku konsumen adalah gaya hidup. Gaya hidup akan mempengaruhi penilaian
yang dilakukan oleh seseorang yang akan membeli suatu produk. Suatu contoh dari
gaya hidup masyarakat di zaman sekarang adalah menghilangkan kejenuhan di
cafe/restoran yang sangat berkembang di kota Medan. Duduk berkumpul bersama
teman-teman di suatu cafe/restoran telah memberi nilai kepuasan bagi mereka.
Menurut Sumarwan (2003), segencar apapun persaingan yang ada di pasar, konsumen
tetaplah sebagai penentu dalam membuat keputusan pembelian. Pilihan-pilihan
produk yang ditawarkan tentunya secara tidak langsung akan mempengaruhi
pengambilan keputusan membeli bagi konsumen. Pasar hanya menyediakan berbagai
pilihan produk dan merek yang bermacam-macam. Namun pada akhirnya, konsumen
yang memiliki hak untuk bebas memilih apa dan bagaimana produk yang nantinya
akan mereka konsumsi.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Jelaskan tentang kelas
sosial dan status sosial!
2.
Jelaskan tentang
pengukuran/indikator kelas sosial
3.
Jelaskan tentang mobilitas
kelas sosial!
4.
Jelaskan tentang opinion
leadership!
5.
Jelaskan tentang word of
mouth!
6.
Jelaskan tentang dinamika
proses kepemimpinan opini!
7.
Jelaskan tentang
pengukuran/indikator kepemimpinan opini!
8.
Jelaskan tentang profil
pemimpin opini
9.
Jelaskan tentang proses
difusi dan adopsi
1.2
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui tentang
kelas sosial dan status sosial!
2.
Untuk mengetahui tentang
pengukuran/indikator kelas sosial
3.
Untuk mengetahui tentang
mobilitas kelas sosial!
4.
Untuk mengetahui opinion
leadership!
5.
Untuk mengetahui tentang
woer of mouth!
6.
Untuk mengetahui tentang
dinamika proses kepemimpinan opini!
7.
Untuk mengetahui
pengukuran/indikator kepemimpinan opini!
8.
Untuk mengetahui tentang
profil pemimpin opini
9.
Untuk mengetahui proses
difusi dan adopsi
1.3
Manfaat Penulisan
1. Bagi
dosen, dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya
dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.
2. Bagi
mahasiswa, dapat dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka
meningkatkan prestasi diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan
pada umumnya.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Kelas
sosial dan status sosial
Kelas Sosial
Berdasarkan karakteristik
Stratifikasi sosial, dapat kita temukan beberapa pembagian kelas atau golongan
dalam masyarakat. Istilah kelas memang tidak selalu memiliki arti yang sama,
walaupun pada hakekatnya mewujudkan sistem kedudukan yang pokok dalam
masyarakat. Pengertian kelas sejalan dengan pengertian lapisan tanpa harus
membedakan dasar pelapisan masyarakat tersebut. Kelas Sosial atau Golongan
sosial mempunyai arti yang relatif lebih banyak dipakai untuk menunjukkan
lapisan sosial yang didasarkan atas kriteria ekonomi.
Jadi, definisi Kelas Sosial atau
Golongan Sosial ialah:
Sekelompok manusia yang menempati lapisan sosial berdasarkan kriteria ekonomi.
Sekelompok manusia yang menempati lapisan sosial berdasarkan kriteria ekonomi.
Status Sosial
Setiap individu dalam masyarakat
memiliki status sosialnya masing-masing. Status merupakan perwujudan atau
pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status
sosial sering pula disebut sebagai kedudukan atau posisi, peringkat seseorang
dalam kelompok masyarakatnya. Pada semua sistem sosial, tentu terdapat berbagai
macam kedudukan atau status, seperti anak, isteri, suami, ketua RW, ketua RT,
Camat, Lurah, Kepala Sekolah, Guru dsbnya. Dalam teori sosiologi,
unsur-unsur dalam sistem pelapisan masyarakat adalah kedudukan (status) dan
peranan ( role). Kedua unsur ini merupakan unsur baku dalam pelapisan
masyarakat. Kedudukan dan peranan seseorang atau kelompok memiliki arti penting
dalam suatu sistem sosial.
Cara Memperoleh Status
Bagaimana cara individu memperoleh
statusnya? Cara-cara memperoleh status atau kedudukan adalah sbb:
Ascribed Status adalah keuddukan
yang diperoleh secara otomatis tanpa usaha. Status ini sudah diperoleh sejak
lahir.
Contoh: Jenis kelamin, gelar kebangsawanan, keturunan, dsb.
Contoh: Jenis kelamin, gelar kebangsawanan, keturunan, dsb.
Achieved Status adalah kedudukan
yang diperoleh seseorang dengan disengaja.
Contoh: kedudukan yang diperoleh melalui pendidikan guru, dokter, insinyur, gubernur, camat, ketua OSIS dsb.
Contoh: kedudukan yang diperoleh melalui pendidikan guru, dokter, insinyur, gubernur, camat, ketua OSIS dsb.
Assigned Status merupakan kombinasi
dari perolehan status secara otomatis dan status melalui usaha. Status ini
diperolah melalui penghargaan atau pemberian dari pihak lain, atas jasa
perjuangan sesuatu untuk kepentingan atau kebutuhan masyarakat.
Contoh: gelar kepahlawanan, gelar pelajar teladan, penganugerahan Kalpataru dsb.
Contoh: gelar kepahlawanan, gelar pelajar teladan, penganugerahan Kalpataru dsb.
2.2
Pengukuran
atau Indikator Kelas Sosial
Faktor Penentu Kelas sosial
Apakah yang menyebabkan seseorang
tergolong ke dalam suatu kelas sosial tertentu? Jawaban terhadap pertanyaan
tersebut sangat beragam, karena strata sosial dalam masyarakat dapat terjadi
dengan sendirinya sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat itu
sendiri atau terjadi dengan sengaja disusun untuk mengejar tujuan-tujuan atau
kepentingan-kepentingan bersama. Secara ideal semua manusia pada dasarnya
sederajat. Namun secara realitas, disadari ataupun tidak ada orang-orang yang
dipandang tinggi kedudukannya dan ada pula yang dipandang rendah kedudukannya.
Dalam istilah sosiologi kedudukan seseorang dalam masyarakat disebut status
atau kedudukansosial (posisi seseorang dalam suatu pola hubungan sosial
yang tertentu). Status merupakan unsur utama pembentukan strata sosial,
karena status mengandung aspek struktural dan aspek fungsional. Aspek
struktural adalah aspek yang menunjukkan adanya kedudukan - tinggi dan rendah
dalam hubungan antar status. Aspek fungsional, yaitu aspek yang menunjukkan
adanya hak-hak dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh penyandang
status.
Talcott Persons, menyebutkan ada lima
menentukan tinggi rendahnya status seseorang, yaitu:
1. Kriteria
kelahiran (ras, kebangsawanan, jenis keCamin,
2. Kualitas
atau mutu pribadi (umur, kearifan atau kebijaksanaan)
3. Prestasi
(kesuksesan usaha, pangkat,
4. Pemilikan
atau kekayaan (kekayaan harta benda)
Otoritas (kekuasaan dan wewenang:
kemampuan-untuk menguasai/ mempengaruhi orang lain sehingga orang itu mau
bertindak sesuai dengan yang diinginkan tanpa perlawanan)
Beberapa indikator lain yang berpengaruh
terhadap pembentukan kelas sosial, yaitu:
a. Kekayaan
Untuk memahami peran uang dalam
menentukan strata sosiai/kelas sosial, kita harus menyadari bahwa pada
dasamya kelas sosial merupakan suatu cara hidup.Artinya bahwa pada kelas-kelas
sosial tertentu, memiliki cara hidup atau pola hidup tertentu pula, dan untuk
menopang cara hidup tersebut diperlukan biaya dalam hal ini uang memiliki peran
untuk menopang cara hidup kelas sosial tertentu.
Sebagai contoh: dalam kelas sosial atas
tentunya diperlukan banyak sekali uang untuk dapat hidup menurut tata cara
kelas sosial tersebut. Namun demikian, jumlah uang sebanyak apa pun tidak
menjamin segera mendapatkan status kelas sosial atas. "Orang Kaya
Baru" (OKB) mungkin mempunyai banyak uang, tetapi mereka tidak otomatis
memiliki atau mencerminkan cara hidup orang kelas sosial atas. OKB yang tidak
dilahirkan dan disosiaiisasikan dalam sub-kultur kelas sosial atas, maka dapat
dipastikan bahwa sekali-sekali ia akan melakukan kekeliruan, dan kekeliruan itu
akan menyingkap sikap kemampuannya yang asli. Untuk memasuki suatu status baru,
maka dituntut untuk memiliki sikap, perasaan, dan reaksi yang merupakan
kebiasaan orang status yang akan dituju, dan hal ini diperlukan waktu yang
tidak singkat.
Uang juga memiliki makna halus lainnya.
Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan profesional lebih memiliki prestise
daripada penghasilan yang berujud upah dari pekerjaan kasar. Uang yang
diperoleh dari pekerjaan halal lebih memiliki prestise daripada uang hasil
perjudian atau korupsi. Dengan demikian, sumber dan jenis penghasilan seseorang
memberi gambaran tentang latar belakang keluarga dan kemungkinan cara hidupnya.
Jadi, uang memang merupakan determinan
kelas sosiai yang penting; hal tersebut sebagian disebabkan oleh perannya dalam
memberikan gambaran tentang latar belakang keluarga dan cara hidup seseorang.
b. Pekerjaan
Dengan semakin beragamnya pekerjaan yang
terspesialisasi kedalam jenis-jenis pekerjaan tertentu, kita secara sadar atau
tidak bahwa beberapa jenis pekerjaan tertentu lebih terhormat daripada jenis
pekerjaan lainnya. Hal ini dapat kita lihat pada masyarakat Cina klasik, dimana
mereka lebih menghormati ilmuwan dan memandang rendah serdadu; Sedangkan
orang-orang Nazi Jerman bersikap sebaliknya.
Mengapa suatu jenis pekerjaan harus
memiliki prestise yang lebih tinggi daripada jenis pekerjaan lainnya. Hal ini
merupakan masalah yang sudah lama menarik perhatian para ahli ilmu sosial.
Jenis-jenis pekerjaan yang berprestise tinggi pada umumnya memberi penghasilan
yang lebih tinggi; meskipun demikian terdapat banyak pengecualian (?).
Jenis-jenis pekerjaan yang berprestise tinggi pada umumnya memerlukan
pendidikan tinggi, meskipun korelasinya masih jauh dari sempuma. Demikian
halnya pentingnya peran suatu jenis pekerjaan bukanlah kriteria yang memuaskan
sebagai faktor determinan strata sosial, Karena bagaimana mungkin kita bisa
mengatakan bahwa pekerjaan seorang petani atau polisi kurang berharga bagi
masyarakat daripada pekerjaan seorang penasihat hukum atau ahli ekonomi ?
Sebenarnya, pemungut sampah yang jenjang prestisenya rendah itulah yang mungkin
merupakan pekerja yang memiliki peran penting dari semua pekerja dalam
peradaban kota! Pekerjaan merupakan aspek strata sosial yang penting, karena
begitu banyak segi kehidupan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Apabila
kita mengetahui jenis pekerjaan seseorang, maka kita bisa menduga tinggi
rendahnya pendidikan, standar hidup, pertemanannya, jam kerja, dan kebiasaan
sehari-hari keluarga orang tersebut. Kita bahkan bisa menduga selera bacaan,
selera rekreasi, standar moral, dan bahkan orientasi keagamaannya. Dengan kata
lain, setiap jenis pekerjaan merupakan bagian dari cara hidup yang sangat
berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya.
Keseluruhan cara hidup seseoranglah yang
pada akhimya menentukan pada strata sosial mana orang itu digolongkan. Pekerjaan
merupakan salah satu indikator terbaik untuk mengetahui cara hidup seseorang.
Oleh karena itu, pekerjaan-pun merupakan indikator terbaik untuk mengetahui
strata sosial seseorang.
c. Pendidikan
Kelas sosial dan pendidikan saling
mempengaruhi sekurang-kurangnya dalam dua hal. Pertama, pendidikan yang tinggi
memerlukan uang dan motivasi. Kedua,jenis dan tinggi rendahnya pendidikan
mempengaruhi jenjang kelas sosia. Pendidikan tidak hanya sekedar memberikan
ketrampilan kerja, tetapi juga melahirkan perubahan mental, selera, minat,
tujuan, etiket, cara berbicara - perubahan dalam keseluruhan cara hidup
seseorang.
Dalam beberapa hal, pendidikan malah
lebih penting daripada pekerjaan. De Fronzo (1973) menemukan bahwa dalam segi
sikap pribadi dan perilaku sosial para pekerja kasar sangat berbeda dengan para
karyawan kantor. Namun demikian, perbedaan itu sebagian besar tidak tampak
bilamana tingkat pendidikan mereka sebanding.
2.3
Pengukuran
Kelas Sosial
Pembagian Kelas Sosial terdiri atas 3
bagian yaitu:
a. Berdasarkan Status Ekonomi.
1)
Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau golongan:
1.
Golongan Sangat Kaya
2.
Golongan Kaya
3.
Golongan Miskin
Ket :
Golongan
pertama : merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat. Mereka terdiri dari
pengusaha, tuan tanah dan bangsawan.
Golongan
kedua : merupakan golongan yang cukup banyak terdapat di dalam masyarakat.
Mereka terdiri dari para pedagang, dsbnya.
Golongan
ketiga : merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat. Mereka kebanyakan
rakyat biasa.
2)
Karl Marx juga membagi masyarakat menjadi tiga golongan, yakni:
a. Golongan
kapitalis atau borjuis : adalah mereka yang menguasai tanah dan alat produksi.
b. Golongan menengah : terdiri dari para pegawai
pemerintah.
c. Golongan
proletar : adalah mereka yang tidak memiliki tanah dan alat produksi. Termasuk
didalamnya adalah kaum buruh atau pekerja pabrik.
Menurut Karl Marx golongan menengah
cenderung dimasukkan ke golongan kapatalis karena dalam kenyataannya golongan
ini adalah pembela setia kaum kapitalis. Dengan demikian, dalam kenyataannya
hanya terdapat dua golongan masyarakat, yakni golongan kapitalis atau borjuis
dan golongan proletar.
3)
Pada masyarakat Amerika Serikat, pelapisan masyarakat dibagi menjadi enam kelas
yakni:
a. Kelas
sosial atas lapisan atas ( Upper-upper class)
b. Kelas
sosial atas lapisan bawah ( Lower-upper class)
c. Kelas
sosial menengah lapisan atas ( Upper-middle class)
d. Kelas
sosial menengah lapisan bawah ( Lower-middle class)
e. Kelas
sosial bawah lapisan atas ( Upper lower class)
f. Kelas
sosial lapisan sosial bawah-lapisan bawah ( Lower-lower class.
Keterangan
:
Kelas sosial pertama : keluarga-keluarga
yang telah lama kaya.
Kelas
sosial kedua : belum lama menjadi kaya
Kelas
sosial ketiga : pengusaha, kaum profesional
Kelas
sosial keempat : pegawai pemerintah, kaum semi profesional, supervisor,
pengrajin terkemuka
Kelas
sosial kelima : pekerja tetap (golongan pekerja)
Kelas
sosial keenam : para pekerja tidak tetap, pengangguran, buruh musiman, orang
bergantung pada tunjangan.
4. Dalam masyarakat Eropa dikenal
4 kelas, yakni:
a. Kelas
puncak (top class)
b. Kelas
menengah berpendidikan (academic middle class)
c. Kelas
menengah ekonomi (economic middle class)
d. Kelas
pekerja (workmen dan Formensclass)
5. Kelas bawah (underdog class)
b.
Berdasarkan Status Sosial
Kelas sosial timbul karena adanya
perbedaan dalam penghormatan dan status sosialnya. Misalnya, seorang anggota
masyarakat dipandang terhormat karena memiliki status sosial yang tinggi, dan
seorang anggota masyarakat dipandang rendah karena memiliki status sosial yang
rendah.
Contoh
:
Pada
masyarakat Bali, masyarakatnya dibagi dalam empat kasta, yakni Brahmana,
Satria, Waisya dan Sudra. Ketiga kasta pertama disebut Triwangsa. Kasta keempat
disebut Jaba. Sebagai tanda pengenalannya dapat kita temukan dari gelar
seseorang. Gelar Ida Bagus dipakai oleh kasta Brahmana, gelar cokorda, Dewa,
Ngakan dipakai oleh kasta Satria. Gelar Bagus, I Gusti dan Gusti dipakai oleh
kasta Waisya, sedangkan gelar Pande, Khon, Pasek dipakai oleh kasta Sudra.
c.
Berdasarkan Status Politik
Secara politik, kelas sosial didasarkan
pada wewenang dan kekuasaan. Seseorang yang mempunyai wewenang atau kuasa
umumnya berada dilapisan tinggi, sedangkan yang tidak punya wewenang berada
dilapisan bawah. Kelompok kelas sosial atas antara lain:
-
pejabat eksekutif, tingkat pusat maupun desa.
-
pejabat legislatif, dan
-
pejabat yudikatif.
Pembagian
kelas-kelas sosial dapat kita lihat dengan jelas pada hirarki militer.
A.
Kelas Sosial Atas (perwira) Dari pangkat Kapten hingga Jendral
B.
Kelas sosial menengah (Bintara) Dari pangkat Sersan dua hingga Sersan mayor
C.
Kelas sosial bawah (Tamtama) Dari pangkat Prajurit hingga Kopral kepala
5. Apakah
Kelas Sosial Berubah
Kelas
sosial akan pasti berubah, sama halnya seperti roda kehidupan yang selalu
berputar. Kadang seseorang berada dalam status sosial yang tinggi atau berada
saat mapan atau di hormati, tetapi terkadang lambat laun akan berada di posisi
bawah, yaitu ketika mereka tidak lagi berjaya, kaya, atau di hormati seperti
sebelum – sebelumnya. Ketika kelas sosial berubah perubahan itu juga akan
mempengaruhi perilaku dan selera konsumen terhadap suatu barang. Misalnya
seorang yang biasa mengkonsumsi nasi dari beras yang mempunyai kualitas yang
rendah, tetapi apabila ia menjadi kaya atau memperoleh rezeki yang berlebih
maka ia akan merubah beras yang di konsumsi dari yang berkualitas rendah ke
kualitas yang lebih tinggi. Dan ini juga bisa mempengaruhi berbagai permintaan
produksi suatu barang maupun jasa.
6. Pemasaran
Pada Segmen Pasar Berdasarkan Kelas Social
Pemasaran pada segmen pasar berdasarkan
kelas sosial berbeda – beda sesuai dengan kelas sosial yang ingin di tuju. Bisa
dilihat apabila ingin memasarkan suatu produk yang mempunyai kelas sosial yang
tinggi biasanya menggunakan iklan yang premium atau bisa di bilang lebih
eksklusif karena dapat diketahui bahwa orang – orang yang berada di kelas
sosial atau memiliki status sosial yang tertinggi, mereka lebih memilih produk
yang higienis, terbaru, bermerk, dan kualitas yang sangat bagus. Berbeda
apabila pemasaran dilakukan untuk orang – orang yang berada pada kelas sosial
terendah. Penggunaan iklan pun kurang di gencarkan dan biasanya malah lebih
menggunakan promosi yang lebih kuat, karena kelas sosial yang rendah lebih
banyak mementingkan sebuah kuantitas suatu produk dengan harga yang murah. Jadi
berbeda sekali pemasaran yang dilakukan apabila melihat dari posisi kelas
sosial yang ada.
2.4
Mobilitas
kelas sosial
Mobilitas
berasal dari kata mobilis,yang artinya mudah bermobilitas atau mudah dipindahkan.
Mobilitas sosial ( social mobility) adalah suatu mobilitas dalam
struktur sosial, yaitu pola tertentu yang mengatur organisasi suatu
kelompok sosial.Mobilitas sosial terjadi pada semua masyarakat meskipun dengan
kecepatan yang berbeda- beda, sesuai dengan sistem yang diterapkan
masyarakat dalam menyusun kehidupansosialnya atau bermasyarakat. Definisi
mobilitas sosial menurut beberapa ahli sosiologi :
a. William Kornblum (1988: 172)
Mobilitas
sosial adalah perpindahan individu-individu, keluarga-keluarga, dan kelompok sosialnya dari satu lapisan ke
lapisan sosial lainnya.
b. Michael S. Basis (1988: 276)
Mobilitas
sosial adalah perpindahan ke atas atau ke bawah lingkungansosioekonomi yang mengubah status sosial seseorang
dalam masyarakat.
c. H. Edward Ransford (Sunarto, 2001:
108)
Mobilitas
sosial adalah perpindahan ke atas atau ke bawah dalam lingkungan sosialsecara hierarki. Dari pendapat
beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi Mobilitas Sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas
sosial ke kelas sosial lainnya
atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang
mengatur organisasi suatu kelompok sosial.
Cara untuk melakukan mobilitas
sosial
Secara umum, cara orang untuk dapat melakukan mobilitas
sosial ke atas adalah sebagai berikut :
1. Perubahan standar hidup
Kenaikan
penghasilan tidak menaikan status secara otomatis, melainkan akan mereflesikan suatu standar hidup yang lebih
tinggi. Ini akan mempengaruhi peningkatan
status. Contoh: Seorang pegawai rendahan, karena keberhasilan dan prestasinya diberikan kenaikan pangkat
menjadi Manager, sehingga tingkat pendapatannya
naik. Status sosialnya di masyarakat tidak dapat dikatakan naik apabila ia tidak merubah standar hidupnya,
misalnya jika dia memutuskan untuk tetap hidup
sederhana seperti ketika ia menjadi pegawai rendahan.
2. Perubahan tempat tinggal
Untuk
meningkatkan status sosial, seseorang dapat berpindah tempat tinggal dari tempat tinggal yang lama ke tempat
tinggal yang baru atau dengan cara merekonstruksi
tempat tinggalnya yang lama menjadi lebih megah, indah, dan mewah. Secara otomatis, seseorang yang
memiliki tempat tinggal mewah akan disebut
sebagai orang kaya oleh masyarakat, hal ini menunjukkan terjadinya gerak s osial ke atas.
3. Perubahan tingkah laku
Untuk
mendapatkan status sosial yang tinggi, orang berusaha menaikkan status sosialnya dan mempraktekkan
bentuk-bentuk tingkah laku kelas yang lebih tinggi yang diaspirasikan sebagai kelasnya. Bukan hanya tingkah
laku, tetapi juga pakaian, ucapan,
minat, dan sebagainya. Dia merasa dituntut untuk mengkaitkan diri dengan kelas yang diinginkannya. Contoh: agar
penampilannya meyakinkan dan dianggap sebagai
orang dari golongan lapisan kelas atas, ia selalu mengenakan pakaian yang bagus-bagus. Jika bertemu dengan
kelompoknya, dia berbicara dengan menyelipkan istilah-istilah
asing.
Bentuk mobilitas sosial
1. Mobilitas sosial horizontal
Mobilitas
horizontal merupakan peralihan individu atau obyek-obyek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke
kelompok sosial lainnya yang sederajat. Tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang dalam mobilitas
sosialnya. Contoh: Pak Amir seorang
warga negara Amerika Serikat, mengganti kewarganegaraannya dengan kewarganegaraan Indonesia, dalam
hal ini mobilitas sosial Pak Amir disebut dengan
Mobilitas sosial horizontal karena gerak sosial yang dilakukan Pak Amir tidak merubah status sosialnya.
2. Mobilitas sosial vertikal
Mobilitas
sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial
lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan
arahnya, mobilitas sosial vertikal dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a.
Mobilitas
vertikal ke atas (Social climbing)
Mobilitas
vertikal ke atas atau social climbing mempunyai dua bentuk yang utama masuk ke dalam kedudukan yang lebih tinggi.
Masuknya individu-individu yang mempunyai
kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi, di mana kedudukan tersebut telah ada
sebelumnya. Contoh: A adalah seorang guru sejarah di salah satu SMA. Karena memenuhi persyaratan, ia diangkat
menjadi kepala sekolah. Membentuk
kelompok baru. Pembentukan suatu kelompok baru memungkinkan individu
untuk meningkatkan status sosialnya, misalnya dengan mengangkat diri menjadi ketua organisasi.
b.
Mobilitas
vertikal ke bawah (Social sinking)
Mobilitas
vertikal ke bawah mempunyai dua bentuk utama.
ü Turunnya kedudukan.
Kedudukan
individu turun ke kedudukan yang derajatnya lebih rendah. Contoh: seorang prajurit dipecat karena
melakukan tidakan pelanggaran berat ketika melaksanakan
tugasnya.
ü Turunnya derajat kelompok.
Derajat sekelompok individu menjadi turun yang berupa
disintegrasi kelompok sebagai
kesatuan.Contoh: Juventus terdegradasi ke seri B. akibatnya, status sosial tim pun turun.
3. Mobilitas antargenerasi
Mobilitas
antargenerasi secara umum berarti mobilitas dua generasi atau lebih, misalnya generasi ayah-ibu, generasi
anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas ini
ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik naik atau turun dalam suatu generasi. Penekanannya bukan pada
perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan pada
perpindahan status sosial suatu generasi ke generasi lainnya.Contoh: Pak Parjo adalah seorang tukang becak. Ia
hanya menamatkan pendidikannya hingga sekolah dasar,
tetapi ia berhasil mendidik anaknya menjadi seorang pengacara. Contoh ini menunjukkan telah terjadi mobilitas
vertikal antargenerasi.
4. Mobilitas intragenerasi
Mobilitas
intragenerasi adalah mobilitas yang terjadi di dalam satu kelompok generasi yang sama. Contoh: Pak Darjo adalah
seorang buruh. Ia memiliki anak yang bernama Endra
yang menjadi tukang becak. Kemudian istrinya melahirkan anak ke-2 yang diberi nama Ricky yang awalnya
menjadi tukang becak juga. tetapi Ricky lebih beruntung
sehingga ia bisa mengubah statusnya menjadi seorang pengusaha sementara Endra tetap menjadi tukang
becak. Perbedaan status sosial antara Endra dengan
adiknya di sebut Mobilitas Antargenerasi.
5. Faktor
pendorong mobilitas social
1.
Faktor Struktural
` Faktor struktural adalah jumlah relatif
dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya. Adapun yang termasuk dalam
cakupan faktor struktural adalah sebagai berikut :
Ø Struktur Pekerjaan Disetiap
masyarakat terdapat beberapa kedudukan tinggi dan rendah yang harus diisi oleh
anggota masyarakat yang bersangkutan
Ø Perbedaan Fertilitas Setiap
masyarakat memiliki tingkat ferilitas (kelahiran) yang berbeda-beda. Tingkat
fertilitas akan berhubungan erat dengan jumlah jenis pekerjaan yang mempunyai
kedudukan tinggi atau rendah
Ø Ekonomi Ganda Suatu negara mungkin
saja menerapka sistem ekonomi ganda (tradisional dan modern), contoh nya di
negara-negara Eropa barat dan Amerika. Hal itu tentu akan berdampak pada jumlah
pekerjaan, baik yang bersetatus tinggi naupun rendah.
2.
Faktor Individu
Faktor Individu adalah kualitas seseorang , baik ditinjau
dari segi tingkat pendidikan, penampilan,
maupun keterampilan pribadi. Faktor Individu meliputi :
Ø Perbedaan Kemampauan Setiap individu
memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Mereka yang cakap mempunyai kesempatan
dalam mobilitas sosial.
Ø Orientasi Sikap terhadap mobilitas
Banyak cara yang di lakukan oleh para individu dalam meningkatka prospek
mobilitas sosialnya, antara lain melalui pedidikan, kebiasaan kerja, penundaan
kesenangan, dan memperbaiki diri.
Ø Faktor kemujuran Walaupun seseorang
telah berusaha keras dalam mencapai tujuannya, tetapi kadang kala mengalami
kegagalan.
3.
Status Sosial
Setiap manusia dilahirkan dalam status sosial yang dimiliki
oleh orang tuanya, karena ketika ia
dilahirkan tidak ada satu manusia pun yang memiliki statusnya sendiri. Apabila ia tidak puas dengan
kedudukan yang diwariskan oleh orang tuanya, ia dapat mencari kedudukannya sendiri dilapisan sosial
yang lebih tinggi.
4.
Keadaan Ekonomi
Keadaan
ekonomi dapat menjadi pendorong terjadinya mobilitas sosial. Orang yang hidup
dalam keadaan ekonomi yang serba kekurangan, misalnya daerah tempat tinggal nya
tandus dan kekurangan SDA, kemudian berpindah tempat ke tempat yang lain atau
ke kota besar. Secara sosiologis mereka dikatakan mengalami mobilitas.
5.
Situasi Politik
Situasi
Politik dapat menyebabkan terjadinya mobilitas sosial suatu masyarakat dalam
sebuah negara. Keadaan negara yang tidak menentu akan mempengaruhi situasi
keamanan yang bisa mengakibatkan terjadinya mobilitas manusia ke daerah yang
lebih aman.
6.
Kependudukan (Demografi)
Faktor
kependudukan biasanya menyebabkan mobilitas dalam arti geografik. Di satu
pihak, pertambahan jumlah penduduk yang pesa mengakibatkan sempitnya tempat
permukiman, dan di pihak lain kemiskinan yang semakin merajalela. Keadaan
demikian yang membuat sebagian warga masyarakat mencari tempat kediaman lain.
7. Dampak
Mobilitas Sosial
Setiap
mobilitas sosial akan menimbul kan peluang terjadinya penyesuaian- penyesuaian atau sebalik nya akan menimbulkan
konflik.
Menurut Horton dan Hunt (1987), ada beberapa konsekuensi negatif dari adanya mobilitas sosial vertikal, di antara nya:
Menurut Horton dan Hunt (1987), ada beberapa konsekuensi negatif dari adanya mobilitas sosial vertikal, di antara nya:
1.
Adanya
kecemasan akan terjadi penurunan status bila terjadi mobilitas menurun.
2. Timbulnya ketegangan dalam
mempelajari peran baru dari status jabatan yang meningkat.
3. Keterangan hubungan anatar anggota
kelompok primer, yang semula karena seseorang berpindah ke status yang lebih
tinggi atau ke status yang lebih rendah.
Adapun dampak mobilitas sosial bagi
masyarakat, baik yang bersifat positif maupun negatif antara lain sebagai
berikut.
Dampak Positif :
1. Mendorong Seseorang untuk lebih maju
Terbukanya kesempatan untuk pindah dari strata ke strata yang lain menimbulkan
motivasi yang tinggi pada diri seseorang untuk maju dalam berprestasi agar
memperoleh status yang lebih tinggi.
2. Mempercepat Tingkat Perubahan Sosial
Masyarakat ke Arah yang Lebih Baik Mobilitas sosial akan lebih mempercepat
tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik. Contoh: Indonesia
yang sedang mengalami perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri.
Perubahan ini akan lebih cepat terjadi jika didukung oleh sumber daya yang
memiliki kualitas. Kondisi ini perlu didukung dengan peningkatan dalam bidang pendidikan.
3. Meningkatkan Intergrasi Sosial
Terjadi nya mobilitas sosial dalam suatu masyarakat dapat meningkatkan
integrasi sosial.misalnya, ia akan menyesuaikan diri dengan gaya hidup,
nilai-nilai dan norma-norma yang di anut oleh kelompok orang dengan status
sosial yang baru sehingga tercipta intergrasi soaial.
Dampak Negatif :
1. Timbulnya
Konflik Konflik yang ditimbulkan oleh
mobilitas sosial dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu sebagai berikut. :
a. Konflik
Antarkelas.Dalam
masyarakat terdapat lapisan-lapisan. Kelompok dalam lapisan tersebut disebut
kelas sosial. Apabila terjadi perbedaan kepentingan antarkelas sosial, maka
bisa memicu terjadinya konflik antar kelas.
b. Konflik
Antarkelompok social.Konflik
yang menyangkut antara kelompok satu dengan kelompok yang lainnya. Konflik ini
dapat berupa:
-
Konflik
antara kelompok sosial yang masih tradisional dengan kelompok sosial yang
modern.
-
Proses
suatu kelompok sosial tertentu terhadap kelompok sosial yang lain yang memiliki
wewenang.
c. Konflik
Antargenerasi.Konflik yang
terjadi karena adanya benturan nilai dan kepentingan antara generasi yang satu
dengan generasi yang lain dalam mempertahankan nilai-nilai denga nilai-nilai
baru yang ingin mengadakan perubahan.
2. Berkurangnya Solidaritas Kelompok
Penyesuaian diri dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam kelas sosial
yang baru merupakan langkah yang diambil oleh seseorang yamg mengalami
mobilitas, baik vertikal maupun horizontal. Hal ini dilakukan agar mereka bisa
diterima dalam kelas sosial yang baru dan mampu menjalankan
fungsi-fungsinya
3. Timbulnya Gangguan Psikologis
Mobilitas sosial dapat pula mempengaruhi kondisi psikologis seseorang, antara
lain sebagai berikut. :
a. Menimbulkan ketakutan dan
kegelisahan pada seseorang yang mengalami mobilitas menurun.
b. Adanya gangguan psikologis bila
seseorang turun dari jabatannya.
c. Mengalami frustasi atau putus asa
dan malu bagi orang-orang yang ingin naik ke lapisan atas, tetapi tidak dapat
mencapainya.
2.4 Opinion
Leadership
Kepemimpinan opini merupakan orang yang
pertama dalam mencoba produk dan jasa – jasa diluar keingintahuan mereka.
Mereka adalah orang – orang aktivitas di masyarakat, dalam pekerjaan dan juga
dipasar. Menurut Kotler – Keller (2009:170) Pemimpin opini adalah orang yang
menawarkan informasi tentang produk atau kategoti produk tertentu, misalnya
yang terbaik dari beberapa merk atau bagaimana produk tersebut dapat digunakan.
Kotler (2000: 559-560) terdapat dua jenis saluran komunikasi yang dapat
digunakan perusahaan dalam mempromosikan suatu produk yaitu saluran komunikasi
personal dan saluran komunikasi non personal.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa
pemimpin opini (opinion leader) adalah orang – orang yang sering mempengaruhi
sikap orang lain dalam hal pembelian, pemilihan suatu barang atau jasa maupun
pendapat mengenai produk atau jasa yang ditawarkan, sehingga orang yang
dipengaruhi tertarik dan akhirnya melakukan suatu tindakan pembelian.
Kebanyakan konsumen menerima informasi dari orang lain. Orang lain yang menjadi
sumber informasi bisa berupa teman, keluarga, tetangga atau teman satu
kelompok.
Menurur Solomon (2007:403) ada beberapa
ciri – ciri kepemimpinan opini yang sangat penting dan bermanfaat :
1. Pemimpin
opini berkuasa dan bisa dipercaya karena mereka sudah memiliki kekuatan
keahlian.
2. Pemimpin
melakukan evaluasi terhadap informasi tanpa bias.
3. Pemimpin
opini secara sosial cenderung aktif sehingga proses komunikasi dengan orang
lain akan lebih baik.
4. Pemimpin
opini cenderung memiliki kesamaan dengan konsumen dalam kepercayaan dan nilai
sehingga mereka membawa kekuatan rujukan (refen power). pemimpin opini
cenderung memilki status dan pendidikan yang lebih tinggi daripada orang yang
dipengaruhinya tetapi tidak jauh berbeda dengan kelas sosial.
5. Pemimpin
opini sering menjadi orang yang pertama kali membelli produk,
Karakteristik
dari opinion leader menurut Loudun dan Della bita (1993:267) :
1. Opinion
leader berada pada kelas yang sama walaupun ada juga yang berada pada tingkat
yang lebih tinggi.
2. Opinion
leader memiliki akses informasi yang lebih banyak dari opinion receiver.
3. Opinion
leader mempunyai keterkaitan dan pengetahuan mengenai produk sehingga dapat
mempengaruhi orang lain.
4. Opinion
leader berbagi pendapat mengenai suatu produk kepada orang lain.
5. Opinion
leader memiliki inovasi yang tinggi dibandingkan dengan opinion receiver.
6. Opinion
leader memiliki sifat suka mencoba produk dan jasa yang baru.
Opinion
leader sangat efektif mempengaruhi konsumen dalam keputusan membeli produk.
Menurut Sciffman dan Kanuk (2007:398) terdapat beberapa alsan yang menyebabkan
efektifnya opinion leader :
1. Kredibilitas.
2. Informasi
kebaikan dan keburukan.
3. Informasi
dan saran.
2.5
Word
of mouth
"Word
of Mouth Marketing adalah komunikasi tentang produk dan jasa antara orang-orang
yang dianggap independen dari perusahaan yang menyediakan produk atau jasa,
dalam medium yang akan dianggap independen dari perusahaan. Komunikasi ini bisa
saja berupa percakapan, atau hanya satu arah testimonial. Misalnya berbicara
langsung, melalui telepon, e-mail, listgroup, atau sarana komunikasi
lainnya.” (Silverman, George. 2001.The Secret of WOM Marketing.
Ebook Edition, hal. 25)
Bicara
mengenai WOM akan membawa kita pada tatanan komunikasi interpersonal dan
komunikasi dalam kelompok. WOM memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan
dengan iklan maupun penjualan langsung, karena kekuatan WOM terletak pada
kemampuannya dalam memberikan rekomendasi (referral).
Hal
tersebut sejalan dengan pemikiran Dye bahwa “kehidupan sehari-hari, seseorang
cenderung senang untuk membagi pengalamannya tentang sesuatu.” (Godin,
Seth. 2000.Unleashing the Ideavirus: e-book edition.New York:
Do You Zoom Inc, hal 12.)
Komponen
Word of Mouth
Gambar 1 Proses WOM
Sumber: Saurabh Kanwar. What’s the buzz: Demistifying
Word of Mouth Stategy M Research Paper.2002: 4.
Model
di atas dimaksudkan untuk memberikan gambaran sederhana atas hal-hal yang
berkaitan dengan proses WOMM. Ketiga hal diatas yaitu content, context dan
carrier disebut konstituen dari proses WOMM. Variabel konstituen tersebut nantinya
akan digunakan oleh peneliti untuk.
1. Content
: Content di sini dimaksudkan sebagai pesan atau informasi yang menjadi bahan
pembicaraan dalam proses dan interaksi WOM. Pesan atau informasi tersebut dapat
bersifat positif atau negatif dalam kaitannya dengan merek atau produk yang
menjadi bahan pembicaraan.
2. Context
: Pengertian dari context disini adalah bila isi pesan atau content mengalami
proses penerimaan (decoding) dan pengiriman pesan (encoding). Context
juga mengacu pada saluran (channel) yang dipakai pada suatu proses pesan.
Contoh dari channel dapat berupa interest groups di internet dan yang menjadi
context adalah tema dari interest group tadi.
3. Carriers
: Carrier mengacu pada individu-individu yang melihara dan mempertahankan pesan
dan informasi (content).
Jenis
Word Of Mouth dan tingkatannya
WOM
dapat dikategorikan menjadi dua jenis yaitu WOM positif (PWOM) dan WOM
negatif (NWOM)dan keduanya memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku
konsumen dan kinerja bisnis.
WOM
positif merupakan proses penyampaian informasi dari mulut ke mulut yang
dilakukan oleh individu yang satu ke individu lain berdasarkan pengalaman yang
bersifat positif terhadap suatu produk, jasa, maupun perusahaan. Sementara itu,
komunikasi WOM negatif merupakan proses interaksi dari mulut ke mulut yang
didasarkan pada pengalaman negatif yang diperoleh dari individu yang satu ke
individu yang lain terhadap suatu produk, jasa, atau perusahaan.
(http://pend-ekonomi.blogspot.com/2012/07/jenis-dan-tingkatan-komunikasi-word-of.html)
Adapun
WOM dibagi menjadi 9 level tingkatan mulai dari minus 4 hingga level plus 4
yang pada dasarnya mencoba untuk mengkolaborasikan lebihlanjut konsep WOM
positif dan WOM negatif.
Gambar 2 Leveling WOM
Sumber : Silverman, George. 2001.The Secret of WOM
Marketing. Ebook Edition, hal. 38
Pada
level minus 4 apa yang dikatakan orang hanyalah hal yang negatif dan sebaliknya
level plus 1 hingga level plus 4 disebut dengan WOMP.
Kaitan
Word of Mouth Marketing dengan CRM
Adapun
manfaat dari implementasi CRM berdampak pada efisiensi cost dan profit. CRM
menawarkan keuntungan bagi perusahaan, seperti kepuasan pada pelanggan yang
jauh lebih besar dan loyalty dan memperoleh tanggapan yang baik dari customer
untuk cross-selling. CRM juga sangat bergantung pada proses komunikasi dengan
pelanggan. Jadi, pada dasarnya CRM memerlukan word of mouth marketing sebagai
salah satu sarana komunikasi/publikasi kepada pelanggan karena WOM (word of
mouth marketing) ini merupakan salah satu cara pemasaran yang paling efektif
untuk menarik pelanggan.
2.6
Dinamika
proses kepemimpinan opini
Proses
kepemimpinan opini merupakan suatu yang sangat dinamis dan menjadi kekuatan
bagi konsumen. Beberapa alasan keefektifan kepemimpinan opini, antara lain
sebagai berikut :
1.
Kredibilitas, pemimpin pendapat dianggap
sebagai sumber yang dapat dipercaya berhubungan dengan produk karena mereka
biasanya dinggap seorang yang netral mengenai informasi atau saran yang mereka
katakan dan tidak menerima kompensasi apapun. Mereka mendasari pendapatnya
dengan pengalaman langsung, pendapat mereka mengurangi risiko yang atau
keraguan konsumen dalam mencoba produk yang baru.
2.
Informasi produk yang positif dan
negatif, komentar positif dan negatif yang diberikan oleh pemimpin pendapat
menambah kredibilitas mereka. Oleh sebab itu, dalam kenyataan kehidupan
konsumen, pemimpin pendapat lebih dipercaya karena jarang sekali iklan yang
mengemukakan efek samping dari produknya.
3.
Informasi dan saran, pemimpin pendapat
adalah sumber informasi tentang suatu produk, dan dia memberikan informasi atau
saran (nasihat) kepada orang lain untuk membeli atau menolak produk tersebut.
4.
Kepemimpinan pendapat adalah suatu jalan
dengan dua arah, seorang penerima pendapat akan menjadi pemimpin pendapat
terhadap orang lain. Tetapi seringkali pemimpin pendapat memperoleh informasi
dari pembeli tentang kelebihan atau kekurangan produk tersebut.
5.
Kepemimpinan pendapat adalah kategori
tertentu, pemimpin pendapat biasanya mempunyai pengetahuan khusus tentang
kategori produk tertentu.
6.
Motivasi di belakang kepemimpinan
pendapat;
Kebutuhan penerima pendapat, pertama,
pemimpin pendapat memberikan informasi tentang produk baru atau penggunaan baru
dari suatu produk. Kedua, mereka mengurangi risiko yang dirasakan oleh penerima
pendapat. Ketiga, mereka mengurangi waktu untuk mencari produk yang dibutuhkan.
Keempat, penerima pendapat merasa lebih yakin karena informasi datang dari
orang yang dianggap ahli dan dihormati.
kebutuhan pemimpin pendapat, teori
motivasi mengatakan bahwa pemimpin pendapat memberikan informasi atau saran
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri yang mungkin tidak disadari. Mungkin
sarannya merupakan konfirmasi untuk dirinya sendiri, meyakinkan kembali bahwa
apa yang ia konsumsi memang tepat.
2.7
Pengukuran
/indikator kepemimpinan opini
Peneliti
konsumen tertarik dalam mengidentifikasi dan megukur dampak dari proses
kepemimpinan pendapat atas perilaku konsumsi. Dalam mengukur kepemimpinan
pendapat, peneliti memiliki pilihan empat teknik pengukuran dasar, yaitu :
1.
Metode Penunjukan Diri (Self-Designating Method), dalam
metode ini responden diminta untuk mengevaluasi sejauh mana mereka telah
memberikan informasi tentang kategori produk atau merek khusus yang
mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
2.
Metode Sosiometrik (Sociometric Method), metode ini
mengukur komunikasi informal orang ke orang mengenai produk atau kategori
produk. Dalam metode ini responden diminta mengidentifikasi kepada siapa
memberikan informasi atau saran tentang sebuah produk dan siapa yang memberikan
informasi atau saran tentang sebuah produk atau merek tertentu.
3. Metode
Informan Kunci (Key Informant Method),
cara ketiga untuk mengukur kepemimpinan
pendapat adalah melalui penggunaan
informan kunci yang sangat menyadari atau memiliki pengetahuan tentang sifat
komunikasi sosial antara anggota kelompok konsumen tertentu.
Metode Objektif (Objective Method), metode ini
mentukan kepemimpinan pendapat seperti percobaan terkontrol. Ini melibatkan
penempatan produk baru atau informasi produk baru dengan pemilihan individual
kemudian menulusuri apa yang dihasilkan dlam komunikasi interpersonal mengenai
produk relevan.
2.8
Profil
pemimpin opini
Merunut pada Ensiklopedia Administrasi yang disusun oleh staf Dosen Balai Pembinaan Administrasi Universitas Gadjah Mada menjelaskan bahwa, pemimpin (leader) adalah orang yang melakukan kegiatan atau proses mempengaruhi orang lain dalam suatu situasi tertentu, melalui proses komunikasi, yang diarahkan guna mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Opinion leaders atau pemimpin opini merupakan individu yang memimpin dalam mempengaruhi pendapat orang lain tentang inovasi. Opinion leader dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yakni orang-orang tertentu yang mampu memengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana perilakunya (baik mendukung atau menentang) diikuti oleh para pengikutnya.
Sehingga jika kita tarik kedalam sistem negara, kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang (negara lain misalnya) untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu, bukan sosok yang tidak mampu memperngaruhi demi tujuan ksesejahteraan bersama dalam hakekat dan tujuan negara yang sebenarnya. Dengan kata lain, banyak yang mampu menjadi seorang pemimpin, namun sangat sedikit yang mampu menjadi sosok Opinian leader
Merunut pada Ensiklopedia Administrasi yang disusun oleh staf Dosen Balai Pembinaan Administrasi Universitas Gadjah Mada menjelaskan bahwa, pemimpin (leader) adalah orang yang melakukan kegiatan atau proses mempengaruhi orang lain dalam suatu situasi tertentu, melalui proses komunikasi, yang diarahkan guna mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Opinion leaders atau pemimpin opini merupakan individu yang memimpin dalam mempengaruhi pendapat orang lain tentang inovasi. Opinion leader dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yakni orang-orang tertentu yang mampu memengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana perilakunya (baik mendukung atau menentang) diikuti oleh para pengikutnya.
Sehingga jika kita tarik kedalam sistem negara, kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang (negara lain misalnya) untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu, bukan sosok yang tidak mampu memperngaruhi demi tujuan ksesejahteraan bersama dalam hakekat dan tujuan negara yang sebenarnya. Dengan kata lain, banyak yang mampu menjadi seorang pemimpin, namun sangat sedikit yang mampu menjadi sosok Opinian leader
Ada dua pengelompokkan
opinion leader
1. opinion leader aktif
(opinion giving)
Disini para opinion
leader mencari penerima informasi atau followers secara aktif untuk mengumumkan
atau mensosialisasikan suatu informasi.
2. opinion leader pasif
(opinion sekarang)
Dalam hal ini
followers, atau si pencari informasi lebih aktif mencari sumber informasinya
kepada opinion leader, sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi.
2.9
Proses
difusi dan adopsi
Difusi
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan
melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu
sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus
dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga dapat diangap
sebaai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi
dalam struktur dan fungsi sistem sosial.
Proses difusi adalah memperhatikan
terhadap dimensi umum bagaimana kecepatan inovasi-bagaimana proses difusi
tersebut berasimilasi-dalam sebuah pasar. Lebih tepatnya, proses difusi adalah
proses dimana penerimaan sebuah inovasi (produk baru, pelayanan baru, pendapat
baru, kegiatan baru) yang cepat oleh komunikasi (media massa, salesperson,
percakapan informal) terhadap masyarakat sebuah sistem sosial (target pasar)
selama satu periode tertentu. Definisi ini termasuk empat elemen inti proses
difusi :
1. Inovasi
2. Saluran
komunikasi
3. Sistem
sosial
4. Waktu
Secara umum, inovasi didefinisikan
sebagai suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru
oleh seorang individu atau satu unit adopsi lain. Thompson dan Eveland (1967)
mendefinisikan inovasi sama dengan teknologi, yaitu suatu desain yang digunakan
untuk tindakan instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu
hubungan sebab akibat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi dapat
dipandang sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu.
Pendefinisian mengenai arti sebuah
“inovasi produk” atau sebuah produk baru bukan merupakan tugas yang mudah.
Bermacam-macam pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan sebuah produk
baru dapat diklasifikasikan sebagai definisi yang berorientasi terhadap
perusahaan, berorientasi terhadap produk, berorientasi terhadap pasar, dan
berorientasi terhadap konsumen.
Pendekatan yang berorientasi terhadap
perusahaan membicarakan tentang corak baru sebuah produk dari prospektif
produksi perusahaan atau pemasaran produk; hal tersebut jika itu “baru” bagi
perusahaan, maka perusahaan mempertimbangkan hal tersebut. Meskipun definisi
ini ditolak atau tidak, produk merupakan hal yang benar-benar baru bagi pasar
(contohnya, bagi pesaing-pesaing dan konsumen).
Ini berbeda dengan pendekatan yeng berorientasi
terhadap produk yang fokus terhadap keistimewaan yang melekat dalam produk itu
sendiri dan pengaruh keistimewaan itu seperti sesuatu yang dimiliki konsumen
yaitu corak produk yang melekat pada diri konsumen. Tiga tipe inovasi produk:
1. Berkesinambungan,
2. Berkesinambungan
secara dinamis, dan
3. Tidak
berkelanjutan
Pendekatan yang berorientasi terhadap
pasar menentukan syarat-syarat corak baru suatu produk dimana konsumen terbuka
pada seberapa banyak produk baru tersebut. Terdapat dua definisi yang berorientasi
terhadap pasar berdasarkan inovasi produk telah digunakan secara luas dalam
pembelajaran konsumen:
1. Sebuah
produk dianggap baru jika tidak dibeli oleh lebih dari presentase kecil (tetap)
secara relatif dari jumlah pasar potensial.
2. Produk
dianggap baru jika tersedia di pasar selama periode jangka waktu pendek secara
relatif.
Pendekatan-pendekatan tersebut telah
digunakan oleh peneliti konsumen dalam penelitian mereka untuk mempelajari
difusi-inovasi. Tetapi beberapa peneliti berpendapat bahwa pendekatan yang
berorientasi terhadap konsumen merupakan cara yang paling tepat untuk
mendefinisikan inovasi. Berdasarkan konteks ini sebuah produk baru adalah
beberapa produk yang seorang konsumen potensial tentukan bahwa produk itu
produk baru. Dalam kata lain, corak baru merupakan persepsi konsumen terhadap
produk baru tersebut, daripada keistimewaan fisik atau pasar nyata. Meskipun
pendekatan yang berorientasi terhadap konsumen telah didukung oleh beberapa
praktisi periklanan dan ahli strategi pemasaran, hal itu menerima sedikit
perhatian yang sistematis dari peneliti konsumen.
Unsur-Unsur
Difusi Inovasi
1. Inovasi
Rogers (1983) mengemukakan lima
karakteristik inovasi meliputi:
1) keunggulan relatif (relative
advantage),
2) kompatibilitas (compatibility),
3) kerumitan (complexity),
4) kemampuan diuji cobakan
(trialability) dan
5) kemampuan diamati (observability).
Keunggulan relatif adalah derajat dimana
suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal
ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social,
kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan
oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
Kompatibilitas adalah derajat dimana
inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman
masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide
baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi
itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan
inovasi yang sesuai (compatible).
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi
dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa
inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh
pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti
oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
Kemampuan untuk diuji cobakan adalah
derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi
yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat
diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaik-nya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
Kemampuan untuk diamati adalah derajat
dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah
seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang
atau sekelompok orang tersebut mengadopsi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin
besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji
cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka
semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
2. Saluran komunikasi
Komunikasi adalah proses dimana
partisipan menciptakan dan berbagi informasi satu sama lain untuk mencapai
suatu pemahaman bersama. Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa difusi
dapat dipandang sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana informasi yang
dipertukarkannya adalah ide baru (inovasi). Dengan demikian, esensi dari proses
difusi adalah pertukaran informasi dimana seorang individu mengkomunikasikan
suatu ide baru ke seseorang atau beberapa orang lain. Rogers menyebutkan ada
empat unsur dari proses komunikasi ini, meliputi: 1) inovasi itu sendiri; 2)
seorang individu atau satu unit adopsi lain yang mempunyai pengetahuan atau
pengalaman dalam menggunakan inovasi; 3) orang lain atau unit adopsi lain yang
belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi; dan 4)
saluran komunikasi yang menghubungkan dua unit tersebut. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa komunikasi dalam proses difusi adalah upaya mempertukarkan
ide baru (inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai
pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator)
kepada seseorang atau unit lain yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman
mengenai inovasi itu (potential adopter)
melalui saluran komunikasi tertentu.
Sementara itu, saluran komunikasi tersebut dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: 1) saluran media massa (mass media channel); dan 2) saluran antarpribadi (interpersonal channel). Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber. Sedangkan saluran antarpribadi melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu.
Sementara itu, saluran komunikasi tersebut dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: 1) saluran media massa (mass media channel); dan 2) saluran antarpribadi (interpersonal channel). Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber. Sedangkan saluran antarpribadi melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu.
3. Sistem Sosial
Sangat penting untuk diingat bahwa
proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial. Sistem sosial adalah satu set
unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam suatu upaya pemecahan masalah
bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu sistem sosial dapat
berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem. Proses
difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur
sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi
dan konsekuensi inovasi.
4. Waktu
Waktu merupakan salah satu unsur penting
dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam proses difusi, berpengaruh dalam hal:
1) proses keputusan inovasi, yaitu tahapan proses sejak seseorang menerima
informasi pertama sampai ia menerima atau menolak inovasi; 2) keinovativan
individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori relatif tipe adopter (adopter
awal atau akhir); dan 3) rata-rata adopsi dalam suatu sistem, yaitu seberapa
banyak jumlah anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu
tertentu.
Proses Adopsi
Seperti telah diungkapkan sebelumnya
bahwa tujuan utama proses difusi adalah agar diadopsinya suatu inovasi. Namun
demikian, seperti terlihat dalam model proses keputusan inovasi, ada beberapa
faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi tersebut. Berikut ini adalah
penjelasan dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi.
1. Mempelajari
Inovasi: Tahapan ini merupakan tahap awal ketika masyarakat mulai melihat, dan mengamati
inovasi baru dari berbagai sumber, khususnya media massa. Pengadopsi awal biasanya merupakan
orang-orang yang rajin membaca koran dan menonton televisi, sehingga mereka bisa menangkap inovasi
baru yang ada. Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan
sulit diaplikasikan, maka hal itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain
halnya jika yang dianggapnya baru merupakan hal mudah, maka mereka akan lebih
cepat mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi bahkan harus disosialisasikan
melalui komunikasi interpersonal dan kedekatan secara fisik.
2. Pengadopsian:
Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka pelajari.
Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan juga oleh
beberapa faktor. Riset membuktikan bahwa semakin besar
keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan untuk
mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi
inovasi juga dipengaruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan seseorang. Sebelum seseorang
memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut biasanya bertanya pada diri
mereka sendiri apakah mereka mampu melakukannya. Jika seseorang merasa mereka
bisa melakukannya, maka mereka akan cenderung mangadopsi inovasi tersebut.
Selain itu, dorongan status juga menjadi
faktor motivasional yang kuat dalam
mengadopsi inovasi. Beberapa orang ingin selalu menjadi pusat perhatian dalam
mengadopsi inovasi baru untuk menunjukkan status sosialnya di hadapan orang
lain. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut serta persepsi dirinya. Jika sebuah inovasi
dianggapnya menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai yang ia anut, maka ia
tidak akan mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan yang dikeluarkan untuk mengadopsi
sebuah inovasi, semakin kecil tingkat adopsinya.
3. Pengembangan Jaringan Sosial: Seseorang yang telah mengadopsi sebuah
inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di sekitarnya,
sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh masyarakat. Difusi sebuah
inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari satu individu ke individu lain
melalui hubungan sosial yang
mereka miliki. Riset menunjukkan bahwa sebuah kelompok yang solid dan dekat satu sama lain
mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam proses adopsi inovasi, komunikasi
melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat mengenai
penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal. Komunikasi
interpersonal mempengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi yang sebelumnya
telah diperkenalkan oleh media massa.
Kategori pengadopsi
Rogers
dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5 kategori pengguna
inovasi :
1. Inovator:
Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk
mencoba hal-hal baru.Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat
dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat
membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarakgeografis. Biasanya orang-orang ini adalah mereka
yang memeiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau
relasi.
2. Pengguna awal:
Kelompok ini lebih lokal dibanding
kelompok inovator. Kategoriadopter seperti ini menghasilkan lebih
banyak opini dibanding
kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. Mereka dalam
kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan
mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru.
3. Mayoritas awal: Kategori pengadopsi seperti ini
merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah
inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum
membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang
lama. Orang-orang seperti ini menjalankanfungsi penting dalam melegitimasi sebuah
inovasi, atau menunjukkan kepada seluruhkomunitas bahwa sebuah inovasi layak
digunakan atau cukup bermanfaat.
4. Mayoritasakhir: Kelompok yang ini
lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga
kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka
mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi
mereka. Dalam kasus lain,
kepentingan ekonomi mendorong mereka
untuk mengadopsi inovasi.
5. Laggard:
Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka
bersifat lebih tradisional, dan segan untuk
mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan
orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan
mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi
inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya,
dan menganggap mereka ketinggalanzaman.
Lima tahap
proses adopsi
1. Tahap pengetahuan: Dalam tahap ini, seseorang belum
memiliki informasi mengenai inovasi
baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui
berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media cetak , maupun komunikasi interpersonal diantara
masyarakat
2. Tahap persuasi: Tahap kedua ini
terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna. Seseorang
akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika mengadopsi inovasi tersebut
secara personal. Berdasarkan evaluasi dan diskusi dengan orang lain, ia mulai
cenderung untuk mengadopsi atau menolak inovasi tersebut.
3. Tahap
pengambilan keputusan: Dalam tahap ini,
seseorang membuat keputusan akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak
sebuah inovasi. Namun bukan berarti setelah melakukan pengambilan keputusan ini
lantas menutup kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian.
4. Tahap implementasi: Seseorang mulai
menggunakan inovasi sambil mempelajari lebih jauh tentang inovasi tersebut.
5. Tahap konfirmasi: Setelah sebuah
keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari pembenaran atas keputusan
mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi ataupun tidak, seseorang akan
mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka buat. Tidak menutup kemungkinan
seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima
inovasi setelah melakukan evaluasi.
BAB 3
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah yang kami
buat adalah kelas sosial dapat mempengaruhi seseorang dalam membeli atau untuk
mengkonsumsi suatu barang atau produk, pendapat dari orang-orang terdekat juga
dapat mempengaruhi yaitu bisa disebut juga penjualan dari mulut ke mulut (word
of mouth)
3.1
SUMBER
Komentar
Posting Komentar