Manusia, keragaman, dan kesederajatan
A. Makna
keragaman dan kesederajatan
1. Makna
keragaman
Keragaman berasal dari kata ragam yang menurut Kamus
Buku Bahasa Indonesia (KBBI) artinya:
1)
Tingkah laku
2)
Macam jenis
3)
Lagu: musik; langgam
4)
Warna, corak, ragi
5)
(ling) laras (tata bahasa)
Sehingga keragamman berarti perihal beragam-ragam:
berjenis-jenis; perihal ragam; hal jenis.
Keragaman yang dimaksud disini adalah suatu kondisi
dalam masyarakat di mana terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang,
terutama suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan, ideologi, adat kesopanan,
serta situasi ekonomi.
2. Makna
kesederajatan
Kesederajatan
berasal dari kata sederajat yang menurut KBBI artinya adalah sama tingkatan
(pangkat, kedudukan). Dengan demikian konteks kesederajatan di sini adalah
suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan keragaman yang ada manusia tetap
memiliki satu kedudukan yang sama dan satu tingkatan hierarki.
B. Unsur-unsur
keragaman dalam masyarakat Indonesia
1.
Suku bangsa dan ras
Suku
bangsa yang menempati wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke sangat
beragam. Sedangkan perbedaan ras muncul karena adanya pengelompokkan besar
manusia yang memiliki ciri-ciri biologis lahiriah yang sama seperti rambut,
warna kulit, ukuran-ukuran tubuh, mata, ukuran kepala, dan lain sebagainya.
Di Indonesia, terutama bagian barat
mulai dari Sulawesi adalah termasuk ras Mongoloid Melayu Muda (Deutero Malayan Mongoloid). Kecuali
Batak dan Toraja yang termasuk Mongoloid Melayu Tua (Proto Malayan Mongoloid). Sebelah timur Indonesia termasuk tas
Austroloid, termasuk bagian NTT. Sedangkan kelompok terbesar yang tidak
termasuk kelompok pribumi adalah golongan China yang termasuk Astratic Mongoloid.
2. Agama
dan keyakinan
Agama mengandung arti
ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan yang dimaksud berasal
dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak
dapat ditangkap dengan pancaindra. Namun mempunyai pengaruh besar sekali
terhadap kehidupan manusia sehari-hari (Harun Nasution: 10).
Agama sebagai bentuk
keyakinan memang sulit diukur secara tepat dan rinci. Hal ini pula yang
barangkali menyulitkan para ahli untuk memberikan definisi yang tepat tentang
agama. Namun apapun bentuk kepercayaan yang dianggap sebagai agama, tampaknya
memeang memiliki ciri umum yang hampir sama, baik dalam agama primitif maupun
agama monoteisme. Menurut Robert H. Thouless. Fakta menunjukkan bahwa agama
berpusat pada Tuhan atau dewa-dewa sebagai ukuran yang menentukan yang tak
boleh diabaikan (psikologi Agama: 14)
Masalah agama tak akan
mungkin dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Dalam praktiknya fungsi agama
dalam masyarakat antara lain adalah:
·
Berfungsi edukatif: ajaran agama secara
yuridis berfungsi menyuruh dan melarang
·
Berfungsi penyelamat
·
Berfungsi sebagai perdamaian
·
Berfungsi sebagai social control
·
Berfungsi sebagai pemupuk rasa
solidaritas
·
Berfungsi transformatif
·
Berfungsi kreatif
·
Berfungsi sublimatif
Pada
dasarnya agama dan keyakinan merupakan unsur penting dalam keragaman bangsa
Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya agama yang di akui di Indonesia.
3.
Ideologi dan politik
Ideologi
adalah suatu istilah umum bagi sebuah gagasan yang berpengaruh kuat terhadap
tingkah laku dalam situasi khusus karena merupakan kaitan antara tindakan dan
kepercayaan yang fundamental. Ideologi membantu untuk lebih memperkuat landasan
moral bagi sebuah tindakan. Politik mencakup baik antara individu-individu dan
kelompok untuk memperoleh kekuasaan, yang di gunakan oleh pemenang bagi
keuntungannya sendiri atas kerugian dari yang ditaklukan. Politik juga bermaksa
usaha untuk menegakkan ketertiban sosial.
Keragaman
masyarakat Indonesia dalam ideologi dan politik dapat dilihat dari banyaknya
partai politik sejak berakhirnya orde lama. Meskipun pada dasarnya Indonesia
hanya mengakui satu ideologi, yaitu Pancasila yang benar-benar mencerminkan
kepribadian bangsa Indonesia.
4. Tata
krama
Tata
krama yang dianggap dari Bahasa Jawa yang berarti “adat sopan santun,
basa-basi” pada dasarnya ialah segala tindakan, perilaku, adat istiadat, tegur
sapa, ucap dan cakap sesuai kaidah atau norma tertentu.
Tata
krama dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat dan terdiri dari aturan-aturan
yang kalau dipatuhi diharapkan akan tercipta interaksi sosial yang tertib dan
efektif di dalam masyarakat yang bersangkutan. Indonesia memiliki beragam suku
bangsa di mana setiap suku bangsa memiliki adat istiadat sendiri meskipun
karena adanya sosialisai nilai-nilai dan norma secara turun-menurun dan
berkesinambungan dari generasi ke generasi menyebabkan suatu masyarakat yang
ada dalam suatu suku bangsa yang sama akan memiliki adat dan kesopanan yang
relatif sama.
5. Kesenjangan
ekonomi
Bagi
sebagian negara berkembang, perekonomian akan menjadi salah satu perhatian yang
terus ditingkatkan. Namun umunya, masyarakat kita berada di golongan tingkat
ekonomi menengah kebawah. Hal ini tentu saja menjadi sebuah pemicu adanya
kesenjangan yang tak dapat dihindari lagi.
6. Kesenjangan
sosial
Masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dengan bermacam tingkat, pangkat,
dan strata sosial yang hierarkis. Hal ini, dapat terlihat dan dirasakan jelas
dengan adanya penggolongan orang berdasarkan kasta.
Hal inilah yang dapat
menimbulkan kesenjangan sosial yang tidak saja dapat menyakitkan, namun juga
membahayakan bagi kerukunan masyarakat. Tak hanya itu, bahkan bisa menjadi
sebuah pemicu perang antar-etnis atau suku.
C.
Pengaruh
keragaman terhadap kehidupan beragama, bermasyarakat, bernegara, dan kehidupan
sosial
Berdirinya negara
Indonesia di latar belakangi oleh masyarakat yang demikian majemuk, baik secara
etnis geografis, kultural, maupun religius. Kita tidak dapat mengingkari sifat
pluralistik bangsa kita. Sehingga kita perlu memberi tempat bagi berkembangnya
kebudayaan suku bangsa dan kebudayaan beragama yang dianut oleh warga negara
Indonesia. Masalah suku bangsa dan, kesatuan-kesatuan nasional di Indonesia
telah menunjukkan kepada kita bahwa suatu negara yang multietnik memerlukan
suatu indentitas nasional dan solidaritas nasional di antara warganya. Gagasan tentang
kebudayaan nasional Indonesia yang menyangkut kesadaran dan identitas sebagai
suatu bangsa telah dirancang saat bangsa kita belum merdeka.
Manusia secara kodrat
diciptakan sebagai makhluk yang mengusung nilai harmoni. Perbedaan nyang
mewujudkan baik secara fisik ataupun mental, sebenarnya merupakan kehendak
Tuhan yang seharusnya dijadikan sebagai sebuah potensi untuk menciptakan sebuah
kehidupan yang menjunjung tinggi toleransi. Di kehidupan sehari-hari,
kebudayaan suku bangsa dan kebudayaan agama, bersama-sama dengan pedoman
kehidupan berbangsa dan bernegara, mewarisi perilaku dan kegiatan kita.
Berbagai kebudayaan itu beriringan, saling melengkapi. Bahkan mampu untuk
saling menyesuaikan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi sering kali yang
terjadi malah sebaliknya. Perbedaan-perbedaan tersebut menciptakan ketegangan
hubungan antaranggota masyarakat. Hal ini disebabkan oleh sifat dasar yang
selalu dimiliki oleh masyarakat majemuk sebagaimana dijelaskan oleh Van de
Berghe:
·
Terjadinya segmentasi ke dalam
kelompok-kelompok yang sering kali memiliki kebudayaan yang berbeda
·
Memiliki struktur sosial yang
terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer
·
Kurang mengembangkan konsensus di antara
para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar
·
Secara relatif sering kali terjadi konflik
di antara kelompok yang satu dengan yang lainnya.
·
Secara relatif integrasi sosial tumbuh
diatas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi
·
Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok
terhadap kelompok lain
Relatif diatas harus
diakui dengan sikap terbuka, logis, dan dewasa karena dengannya, kemajemukkan
yang ada dapat dipertumpul. Jika keterbukaan dan kedewasaaan sikap
dikesampingkan, besar kemungkinan tercipta masalah-masalah yang menggoyahkan
persatuan dan kesatuan bangsa. Seperti:
1) Disharmonisasi,
adalah tidak adanya penyesuaian atas keragaman antara manusa dengan dunia
lingkungannya. Disharmonisasi dibawa oleh virus paradoks yang ada dalam
globalisasi. Paket globalisasi begitu masyarakat dunia dengan tawarannya alan
keseraaman global untuk maju bersama dalam komunikasi gaya hidup manusia yang
bebas dan harmonis dalan tatanan dunia, dengan menyampingkan keunikan dan
keberagaman manusia sebagai pelaku utamanya.
2) Perilaku
diskriminatif terhadap etnis atau kelompok masyarakat tertentu akan memunculkan
masalah yang lain, yaitu kesenjangan dalam berbagai bidang yang tentu saja
tidak menguntungkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
3) Eksklusivisme,
rasialis, bersumber dari superioritas diri, alasannya dapat bermacam-macam,
antara lain; keyakinannya bahwa secara kodrati ras/sukunya kelompoknya lebih
tinggi dari ras/suku/kelompok lain.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
memperkecil masalah yang diakibatkan oleh pengaruh negatif dari keragaman,
yaitu:
1)
Semangat religius
2)
Semangat nasionalisme
3)
Semangat pluralisme
4)
Semangat humanisme
5)
Dialor antar-umat beragama
6)
Membangun suatu pola komunikasi untuk
interaksi maupun konfigurasi hubungan antar agama, media massa, dan harmonisasi
dunia
Keterbukaan,
kedewasaan sikap, pemikiran global yang bersifat inklusif, serta kesadaran
kebersamaan dalam mempengaruhi sejarah, merupakan modal yang sangat menentukan
bagi terwujudnya sebuah bangsa yang Bhineka Tunggal Ika. Menyatu dalam
keragaman dan beragam dalam kesatuan. Segala bentuk kesenjangan didekatkan
segala keanekaragaman dipandang sebagai kekayaan bangsa, milik bersama. Sikap
inilah yang perlu dikembangkan dlaam pola pikir masyarakat untuk menuju
Indonesia Raya Merdeka.
D.
Problematika
diskriminasi
Diskriminasi
adalah setiap tindakan yang melakukan pembedaan terhadap seseorang atau
sekelompok orang berdasarkan ras, agama, suku, etnis, kelompok, golongan,
status, dan kelas sosial-ekonomi, jenis kelamin, kondisi fisik tubuh, usia,
orientasi seksual, pandangan ideologi dan politik, serta batas negara, dan
kebangsaan seseorang.
Tuntutan
atas kesamaan hak bagi setiap manusia didasarkan pada prinsip-prinsip hak asasi
manusia (HAM). Sifat dari HAM adalah universal dan tanpa pengecualian, tidak
dapat dipisahkan, dan saling tergantung. Berangkat dari pemahaman tersebut
seyogianya sikap-sikap yang didasarkan pada ethnosentrisme, rasisme, religius
fanatisme, dan diskriminasi harus dipandang sebagai tindakan yang menghambat
pengembangan kesederajatan dan demokrasi, penegakan hukum dalam kerangka
pemajuan dan pemenuhan HAM.
Pasal
281 Ayat (2) UUD NKRI 1945 telah menegaskan bahwa: “setiap orang berhak bebas
dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”
Sementara itu Pasal 3 UU No. 30 Tahun 1999 tentang HAM telah menegaskan bahwa
“... setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat yang sama dan
sederajat...” ketentuan tersebut merupakan landasan hukum yang mendasari
prinsip non-diskriminasi di Indonesia.
Pencantuman
prinsip ini pada awal pasal dan berbagai instrumen hukum yang mengatur HAM pada dasarnya menunjukkan bahwa diskriminasi
telah menjadi sebuah realitas yang problematik, sehingga:
a)
Komunitas internasional telah mengakui
bahwa diskriminasi masih terjadi di berbagai belahan dunia; dan
b)
Prinsip nondiskriminasi harus mengawali
kesepakatan antarbangsa untuk dapat hidup dalam kebebasan, keadilan, dan
perdamaian.
Dalam demokrasi,
diskriminasi seharusnya telah ditiadakan dengan adanya kesetaraan dalam bidang
hukum, kesederajatan dalam perlakuan adalah salah satu wujud ideal dalam
kehidupan negara yang demokratis. Akan tetapi, berbagai penelitian dan
pengkajian menunjukkan bahwa kondisi di Indonesia saat ini belum mencerminkan
penerapan asas persamaan di muka hukum secara utuh.
Pada dasarnya
diskriminasi tidak terjadi begitu saja, akan tetapi karena adanya beberapa
faktor penyebab, antara lain adalah:
1.
Persaingan yang semakin ketat dalam
berbagai bidang kehidupan. Terutama ekonomi. Timbullah persaingan antara
kelompok pendatang dan kelompok pribumi, yang kerap kali menjadi awal pemicu
terjadinya diskriminasi
2.
Tekanan dan intimidasi biasanya
dilakukan oleh kelompok yang dominan terhadao keompok atau golongan yang lebih
lemah. Artistoteles membagi masyarakat
dalam suatu negara menjadi tiga kelompok: kaya, miskin dan yang berada
di antaranya. Kelompok-kelompok kaya (bangsawan, tuan tanah) biasanya melakukan
intimidasi dan tekanan sehingga mendiskriminasikan orang-orang miskin.
3.
Ketidakberdayaan golongan miskin akan
intimidasi yang mereka dapatkan membuat mereka terus terpuruk dan menjadi
korban diskriminasi
Problematika lainnya
yang timbul dan harus diwaspadai adalah adanya disintegrasi bangsa. Dari kajian
yang dilakukan terhadap berbagai kasus disintegrasi bangsa dan bubarnya sebuah
negara, dapat disimpulkan adanya enam faktor utama yang secara gradual bisa
menjadi penyebab utama proses itu, yaitu:
1. Kegagalan
kepemimpinan
Integrasi
bangsa adlaah landasan bagi tegaknya sebuah negara modern. Keutuhan wilayah
negara amat di tentukan oleh kemampuan para pemimpin dan masyarakat warga
negara memelihara komitmen kebersamaan sebagai suatu bangsa
2. Krisis
ekonomi yang akut dan berlangsung lama
Krisis
di sektor ini selalu merupakan amat signifikan dalam mengawali lahirnya krisis
yang lain.
3. Krisis
politik
Krisis
politik merupakan perpecahan elite di tingkat nasional, sehingga menyulitkan
lahirnya kebijakan utuh dalam mengatasi krisis ekonomi. Krisis politik juga
dapat dilihat dari absennya kepemimpinan politik yang mampu membangun
solidaritas sosial untuk secara solid menghadapi krisis ekonomi. Semua ini
mengakibatkan kepemimpinan nasional semakin tidak efektif, maka kemampuan
pemerintah dalam memberi pelayanan publik akan makin merosot.
4. Krisis
sosial
Krisis
sosial dimulai dari adanya disharmoni dan bermuara pada meletusnya konflik
kekerasan diantara kelompok-kelompok masyarakat.
5. Demoralisasi
tentara dan polisi
Demoralisasi
tentara dan polisi dalam bentuk pupusnya keyakinan mereka atas makna
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya sebagai bhayangkari negara. Demorilisasi
itu, pada kadar yang rendah dipengaruhi oleh merosotnya nilai gaji yang mereka
terima akibat krisis ekonomi.
6. Intervensi
asing
Intervensi
internasional yang bertujuan memecah belah, seraya mengambil keuntungan dari
perpecahan itu melalui dominasi pengaruhnya tehadap kebijakan politik dan
ekonomi negara-negara baru pasca disintegrasi. Intervensi itu bergerak dari
yang paling lunak hingga berupa provokasi terhadap kelompok-kelompok yang
berkonflik.
Salah satu hal yang
daoat dijadikan solusi adalah Bhineka Tunggal Ika yang merupakan ungkapan yang
menggambarkan masyarakat Indonesia yang “majemuk” atau “heterogen”. Masyarakat Indonesia
terwujud sebagai hasil interaksi sosial dari banyak suku bangsa dengan beraneka
ragam latar belakang kebudayaan, agama, sejarah, dan tujuan yang sama yang
disebut, Kebudayaan Nasional.
Daftar Pustaka
Ilmu sosial & budaya dasar. Edisi kedua. Dr.
Elly M. Setiadi, M.Si.
Komentar
Posting Komentar